Bedah film “Mengejar Mbak Puan”

Film “Mengejar Mbak Puan” diunggah pada tahun 2023 merupakan film dokumenter yang menyuarakan tentang pergulatan hidup para PRT dalam memperjuangkan nasib mereka dari diskriminasi dan kekerasan, serta perjuangan mereka agar RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) disahkan menjadi Undang-Undang (UU). Film ini dibuat sebagai sikap konsistennya para PRT dalam momentum ketika Presiden Jokowi menegaskan komitmennya pada RUU PPRT pada 18 Januari 2023 dan Ketua DPR RI, Puan Maharani menetapkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna DPR RI pada 21 Maret 2023. Hanya saja, hingga kini Puan Maharani tidak kunjung juga mengesahkannya menjadi Undang-undang. Hal ini mematahkan harapan para PRT, yang seakan-akan dihempaskan setelah melakukan advokasi RUU selama 19 tahun.

Film ini menceritakan perjuangan para PRT selama 19 tahun memperjuangkan RUU PPRT, mengejar Ketua DPR RI, Puan Maharani ke Gedung DPR setiap hari. Dalam film dokumenter ini mengantarkan kita pada cerita sejarah perempuan yang berjuang, mengorganisir para PRT di desa-desa, di kampung miskin di Jakarta dan hingga sekarang masih tekun dan sabar menunggu di depan Gedung DPR RI, di Jakarta.

Sutradara film “Mengejar Mbak Puan”, Ani Ema Susanti dan Luviana Ariyanti dari Konde.co menyatakan bahwa film ini dibuat dari kepingan sejarah agar tidak tercecer dan hanya jadi sejarah yang hilang. Film ini dibuat agar menjadi sejarah tentang perjuangan para perempuan agar jangan dilupakan. Kepedihan, keputusasaan, hilang harapan, namun juga kegigihan, semua terpancar dalam film ini. Film ini memang dibuat sebagai pengingat untuk anak-anak kita tentang kegigihan perempuan yang berjuang.

Dokumentasi film ini sebagian dibuat dari video-video yang diambil dari handphone para PRT yang melakukan aksi setiap hari. Mereka mendokumentasikan aksi mereka sendiri agar perjuangan mereka tersimpan dala bentuk digital dan menjadi media propaganda untuk terus bersuara dan berjuang.. Saat ini para PRT melakukan aksi setiap Rabu yang dikenal sebagai Aksi Rabuan PRT sejak Desember 2022. Lalu kini aksi tersebut berubah menjadi aksi harian PRT. Mereka melakukan aksi setiap hari di depan Gedung DPR RI, dari aksi simbolisasi alat kerja PRT seperti serbet, sapu, toilet, alat pel, sampai aksi mogok makan.

Film “Mengejar mbak Puan” adalah film yang diproduksi Konde.co, JALA PRT dan Perempuan Mahardhika tentang kisah-kisah PRT, kisah kegigihan Jumiyem, Aang Yuningsih, Ajeng Astuti, Rizky, Siti Khotimah, Yuni Sri, dan jutaan PRT lain di Indonesia dan PRT migran di luar negeri yang memperjuangkan nasibnya hingga kini. Film dipublikasi pada 12 Oktober 2023 di depan Gedung DPR RI, Jakarta dan akan dilanjutkan pemutarannya secara berkeliling di 10 kota di Indonesia, menyusul berikutnya di kelas-kelas diskusi dan di kampus-kampus. Trailer film bisa disaksikan di kanal YouTube Konde Institute.

Kenapa pekerja rumah tangga perlu dilindungi undang-undang? Kasus kekerasan terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT) marak di berbagai daerah salah satunya Bengkulu. Seorang PRT mengaku mendapatkan kekerasan fisik, dan gaji yang tidak dibayarkan oleh majikannya. Fenomena ini menjadi bukti gambaran yang sangat konkret mengenai minimnya perlindungan diri dan hak ekosob pada korban. Realita ini disampaikan langsung oleh Direktur Yayasan PUPA (Pusat Pusat Pendidikan Untuk Perempuan dan Anak), Susi Handayani.

Ia mengatakan hingga saat ini belum ada payung hukum yang melindungi kerja PRT. Pola pikir masyarakat secara luas hanya sebatas menganggap PRT adalah seorang pembantu. Catatan dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) tidak kurang dari 2.570 kasus kekerasan dialami oleh PRT. Kesewenang-wenangan majikan kepada PRT disebabkan oleh faktor karena dalam hubungan kerja tidak melalui proses perjanjian kerja yang mengatur tugas- tugas, hak dan kewajiban PRT secara spesifik dan komprehensif. Hal ini berimbas terhadap ketidak jelasan kerja maupun hak dan kewajiban Pekerja Rumah Tangga.  Hal ini sudah  seharusnya ada pengesahan sistem kerja yang jelas untuk meminimalisir dan mencegah terjadinya eksploitasi dan kekerasan. PRT bisa bekerja lebih dari 12 jam sehari dengan upah yang rendah.

Di Jember sendiri, hingga saat ini tidak ada laporan masyarakat yang mempekerjakan PRT. Hal ini berakibat pada minimnya data-data terkait jumlah Pekerja Rumah Tangga, termasuk belum adanya agen pelatihan dan penyaluran PRT. Praktik yang terjadi PRT bekerja atas hubungan kekeluargaan, mengakibatkan ketidak jelasan mengenai parameter upah dan juga kejelasan mengenai ruang lingkup jenis pekerjaan. Membantu pekerjaan di rumah tangga dengan kompensasi melanjutkan sekolah dan lain-lain.

Pentingnya payung hukum bagi perlindungan kerja PRT, sesuai dengan Pancasila yakni sila ke 2 dan ke 5 serta amanah UUD 1945. Dimana negara harus mengakui nilai ekonomis dari kerja-kerja yang diidentikkan sebagai kerja reproduktif perempuan.Ini juga terkait isu kesetaraan bagi setiap warganegara  untuk mendapatkan perlindungan Hak Asasi dan Kebebasan Dasar Manusia. Dimana PRT diakui sebagai bagian dari pekerja), dan akan meminimalisir kekerasan, eksploitasi, TPPO dan pelanggaran hak-hak asasi manusia lainnya. Serta memberi perlindungan relasi kerja dan kepastian hukum terhadap kedua pihak yaitu PRT dan Pemberi Kerja.

Kontributor: Imelda