Film pendek karangan Rifka Annisa bekerja sama dengan Onomastika Films dan Rutgers WPF mempersembahkan sebuah film pendek berjudul ASA. Sebuah cerita yang sangat dekat dengan kita. Diilhami dari kisah nyata seorang penyintas kekerasan seksual yang menghadapi tekanan sosial dan bagaimana pentingnya peran orang tua.
Tokoh utama yang bernama Shinta yang memiliki kehidupan layaknya remaja pada umumnya, bersekolah dan berkumpul dengan teman sebaya. Namun semua itu berubah saat Shinta mulai ingin tahu dengan kehidupan percintaan, hal yang membuatnya terpuruk dan mendapat kecaman. Shinta menjalani hubungan yang tidak semestinya dilakukan, Shinta hamil di luar ikatan pernikahan dan tidak mendapat kejelasan dari lelaki yang ia anggap sebagai pacarnya.
Hal itu sudah membuat Shinta cukup stress, sebab ia merasa harus menanggung beban sendirian. Terlebih lagi “video syur” Shinta dengan pacarnya tiba-tiba tersebar, sehingga membuat Shinta menjadi bahan olok-olok temannya di sekolah. Shinta terus menghubungi pacarnya yang menghilang untuk meminta kejelasan, hanya saja karena Shinta mengenal pacarnya lewat media sosial membuat Shinta kesulitan untuk mengetahui keberadaan sang kekasih. Hal yang paling mengejutkan yakni terkuaknya satu fakta bahwa pacar Shinta adalah lelaki yang sudah beristri. Peristiwa ini juga menjadi kejadian yang menggemparkan orang-orang di sekitar Shinta. Tersebarnya berita ini membuat pihak sekolah memutuskan untuk mengeluarkan Shinta dari sekolah. Tentunya keluarga Shinta juga turut tidak menyangka atas hal yang telah dilakukan Shinta.
Menyebar luasnya berita ini mendorong pihak dari pacar Shinta muncul, sehingga berniat untuk mengganti semua kerugian yang telah dialami oleh Shinta dan keluarganya dan mengusulkan dilaksanakannya pernikahan untuk Shinta dan pacarnya. Akan tetapi, ayah Sinta memutuskan menolak tawaran tersebut dan bersikeras kasus ini dibawa ke ranah hukum.
Shinta yang sudah terlanjur dipandang buruk oleh masyarakat dan teman-temannya, tetap berusaha tidak terpuruk karena Shinta merasa masa depannya masih panjang. Dukungan dari keluarga membuat Sinta tetap melanjutkan pendidikannya dengan mengejar paket C. Hal itu akan selamanya menjadi pelajaran bagi Shinta agar tidak terjerumus ke dalam hal yang sama kembali.
Dampak dari media sosial yang digunakan oleh remaja di bawah umur akan membahayakan bila digunakan tanpa pengawasan orang tua. Peran orang tua sangat besar dalam kehidupan anak-anaknya sehingga meminimalisir untuk terjadinya kekerasan seksual anak di bawah umur.
Stigma masyarakat tentang perempuan yang mengalami kekerasan seksual memang telah mengakar sehingga menjadi suatu hal yang sulit untuk diubah. Pola pikir masyarakat cenderung menganggap hal tersebut “aib” atau hal memalukan, sehingga menikahkan korban dengan pelaku dianggap sebagai solusi paling tepat. Dukungan orang tua dan orang terdekat sangat penting untuk menjaga kesehatan psikis agar korban tidak merasa depresi. Pelaku kekerasan seksual memang seharusnya mendapat hukuman atas tindakan yang dilakukan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Bukan malah berpikiran sempit yakni menikahkan korban dengan pelaku yang tentunya berpotensi membuat korban semakin terpuruk. Edukasi seksual juga menjadi hal penting yang perlu ditanamkan sejak dini. Hal ini karena, seringkali remaja dengan keingintahuan yang besar membuatnya tidak berpikir panjang dalam bertindak.
Kontributor: Qoiri’ah Munawaroh