Karya Sirrina Syiatul Baroroh

AAAAAAA…..

Teriakan menggema di salah satu rumah yang berada di sudut kampung, kampung yang hanya berisikan kurang lebih lima belas kepala keluarga termasuk rumah yang berada di ujung dan berbatasan langsung dengan hutan.

“kenapa nduk? “ Suara dari pelataran rumah dengan tergopoh-gopoh menghampiri suara teriakan tersebut berasal, “Mbah, Agni takut tiba-tiba gelap” Suara teriakan tadi ternyata berasal dari seorang anak perempuan yang sedang berada di atas kasur dengan suasana kamar tidur yang gelap gulita. “Sudah mbah di sini Agni, tak perlu takut lagi sepertinya ada pemadaman lampu” sosok paruh baya yang usianya kisaran enam puluh ke atas sedang mendekap anak perempuan tersebut.

Anak perempuan itu melepaskan dekapan yang lebih tua, “Mbah, Agni minta maaf kalo ngerepotin selama disini” anak perempuan atau sebut saja Agni yang sekarang berhadapan dengan sosok yang lebih tua dan memanggilnya dengan sebutan Mbah “Agni harusnya gk maksa kesini buat liburan sekolah” lanjut Agni.

“Sayang, kamu tidak merepotkan Mbah” Sanggahnya dengan perkataan Agni jika merepotkan dirinya, sambil mengelus kepala Agni yang sekarang tiduran di paha sang sosok paruh baya yang disebut Mbah oleh Agni. “Agni mau mendengarkan cerita sambil kita menunggu listrik menyala kembali?”.

“Boleh Mbah”

Hiruk-pikuk kicauan burung menyapa di pagi hari yang cerah dengan suasana kampung yang mulai ramai dengan berbagai aktivitasnya, petani-petani mulai menanam agar saungnya terisi dengan kekayaan alam, ada yang menggelar berbagai sayuran dan benda-benda yang nantinya menghasilkan kilang emas. Jalan setapak yang mulai terisi penuh oleh mereka yang mengais sekantong beras untuk keperluan perut lalu dari arah selatan tiba-tiba kuda yang ditunggangi beberapa kepala melintasi pemukiman tersebut, sontak semua orang yang sedang bercengkrama diam dan mulai memberikan jalan pada kuda yang melintas, suasana yang mulanya riang dan riuh menjadi senyap mencekam. Termasuk seorang perempuan yang penasaran mengapa semua orang dalam sekejap senyap dan meminggirkan dagangannya.

Setelah semua kuda tersebut melintas, yang tadinya senyap kembali memulai aktivitas termasuk sosok perempuan pun yang tadi penasaran kembali membeli kebutuhannya dan bertanya pada pedagang di sampingnya.

“Punten nyi yang tadi lewat siapa” perempuan tersebut menyakan perihal siapa yang tadinya melewati pemukiman warga dan penasaran mengapa semua orang menepi.

“Sampeyan orang baru ngih, barusan yang lewat adipati Artiparti” jelas pedagang tersebut dengan tetap melayani pembeli lainnya “kenapa toh nduk” lanjutnya.

“Ngak papa buk, Cuma penasaran saja” jawab perempuan tersebut.

Tiba-tiba orang disamping perempuan itu berceletuk yakni warga yang bermukim di pemukiman tersebut juga, “nduk, kamu baru disini asalnya dari mana”

“Ngih bu dari kabupaten sebelah, nama saya Malanka” jelas perempuan tersebut.

Seminggu kemudian di pusat kabupaten terdapat perayaan besar, semua orang berkumpul mulai dati kalangan bangsawan hingga pribumi malam hati tak membuat orang-orang itu merasa kedinginan karena suhu udara semuanya berubah dengan suasana hangat dan riang karena meriahnya perayaan. Banyak kedai dan pameran yang dapat dinikmati, semua orang menikmati perayaan tersebut termasuk Malanka yang telah berada di kabupaten itu kurang lebih 2 bulan, dia juga menikmati perayaannya. Ada suara gamelan mengiringi dan semua orang berkumpul di tugu pusat kabupaten, terdapat beberapa orang yang menari dengan riang dan gembira lalu adapun yang menyanyikan tembhang sebagai pelengkap kemeriahan. Malanka yang sedang menikmati hal tersebut dengan badan yang secara tidak sadar ikut menari, dia sangat menikmati perayaan ini dengan senyum ayunya mengundang beberapa pria yang sedang menari pula untuk dijadikan pasangan menari.

Malanka menolak setiap ajakan namun yang terakhir tidak, ada sosok pria yang misterius mengajak Malanka menari dengan rasa penasarannya Malanka mengiyakan ajakan tersebut.

“Kamu kenapa memakai topeng? “ tanya Malanka pada sosok misterius itu, ternyata pria tersebut memakai topeng di wajahnya sehingga membuat Malanka penasaran.

“Tak apa, aku hanya suka memakai topeng” jelas pria misterius itu.

“Baiklah jika begitu, jika boleh tau siapa namamu? “ tanya Malanka lagi pada pria itu, tubuh mereka berdua semakin lihai menari dengan iringan tembhang yang semakin lama semakin meriah.

“Panggil saja aku Parti, lalu namamu gadis ayu nan lugu ” sebut nama sosok misterius tersebut yang bernama Parti

“Nama yang unik Parti, ah perkenalkan aku Mala” mereka berdua tetap menari dan suasana sekitar meriah sekali

“Namamu juga indah seperti orangnya” sahut Parti, iringan tembhang terus berlanjut hingga nada terakhir “Mala aku harus pergi setelah tembhang selesai, aku senang bertemu denganmu gadis ayu nan lugu, sampai jumpa kembali Mala”.

“kamu mau kemana cepat sekali pergi, baiklah sampai jumpa kembali juga Parti”

Cklekk….

“Yeeay listrik udah menyala Mbah, lanjutin ceritanya dong lalu Parti dan Mala bertemu kembali kan Mbah? “ semula kamar yang senyap gulita mulai terang kembali, Agni anak perempuan itu bertanya tentang cerita yang di dongengkan oleh mbah Mala.

“Iya pernah” sahut mbah Mala.

“Lalu ayo lanjutkan aku penasaran” Agni sangat penasaran dengan cerita tentang kedua orang tersebut.

“Mbah tidak tau banyak nduk, banyak versi tentang cerita ini yang pasti mereka bertemu kembali dengan perasaan sama pada malam mereka bertemu namun kasta yang jauh membuat perempuan bernama Mala harus terasingkan” jelasnya pada Agni.

“Mengapa harus terasingkan?” tanya Agni karena penasaran mengapa perempuan dalam cerita harus terbunuh bukannya jika mereka bertemu kembali dengan perasaan yang sama maka akan hidup bahagia.

“Hanya mereka yang tahu” jelas Mbah Mala.