Tembakau merupakan serapan dari bahasa Spanyol “tobacco”, yang termasuk dalam kelompok tumbuhan dari genus Nicotiana. Daun tembakau biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan rokok atau cerutu. Kandungan metabolit sekunder yang kaya dalam tumbuhan tembakau juga bermanfaat sebagai pestisida dan bahan baku obat. Tanaman tembakau adalah produk pertanian musiman dan bukan termasuk komoditas pangan, melainkan komoditas perkebunan. Sebagian besar tanaman tembakau di Indonesia adalah jenis tembakau musim kemarau Vor Oogst (VO), yang umumnya digunakan sebagai bahan baku rokok sigaret. Beberapa jenis tembakau yang termasuk tembakau VO antara lain tembakau virginia, tembakau white burley, tembakau rajangan, tembakau kasturi dan tembakau Na Oogst.
Tembakau termasuk tanaman perkebunan yang cukup banyak dibudidayakan oleh petani karena mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Tanaman tembakau menjadi sumbangan industri terbesar dalam perekonomian nasional lewat cukainya, terutama dalam penyediaan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani. Di Indonesia, kota yang identik dengan tanaman tembakau adalah Kabupaten Jember. Julukan Jember sebagai Kota Tembakau, tentu tidak lepas dari sejarah perkembangan tembakau di Kabupaten Jember. Tanaman tembakau sudah ada di Jember sejak tahun 1859 pada zaman penjajahan Belanda, dan diminati oleh pangsa internasional. Sampai saat ini, Jember masih menjadi lokasi produksi tembakau terbaik di Indonesia, bahkan menghasilkan warisan budaya yakni kretek. Selain itu, Jember juga memiliki Museum Tembakau sebagai legitimasi eksistensi tembakau di Kabupaten Jember.
Namun dalam perjalanannya, petani tembakau di Jember mengalami kendala dalam mengembangkan agribisnisnya. Salah satunya adalah kebijakan pengendalian tembakau di dunia dan Indonesia yang membuat produksi tembakau semakin menurun. Kebijakan pengendalian tembakau didasari oleh faktor kesehatan dan kematian akibat rokok yang kemudian mendapat perhatian serius aktivis anti rokok di Indonesia. Hal ini dipengaruhi tingginya angka kematian akibat rokok, yaitu 6 juta orang di dunia setiap tahunnya, yang pada tahun 2030 diperkirakan mencapai 8 juta orang atau 1 kematian setiap 6 detik. Sementara di Indonesia, terdapat 600.000 kematian prematur setiap tahun akibat terpapar asap rokok, 430.000 menimpa orang dewasa, dimana 64 persen adalah perempuan dan 28 persen adalah anak-anak. Karena itu, diperlukan instrumen hukum yang komprehensif mengatur tentang pengendalian tembakau , diantaranya:
- Dunia
Instrumen hukum dunia yang mengatur tentang pengendalian tembakau adalah FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). Dalam FCTC pengendalian memuat tentang pengendalian permintaan, harga dan cukai, kemasan dan pelabelan, iklan atau promosi dan sponsor rokok, serta perlindungan dari asap. Selain pengendalian permintaan, upaya yang dilakukan adalah pengendalian penawaran, termasuk upaya melarang penjualan rokok pada anak dibawah umur. Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia yang belum meratifikasi dan belum menandatangani FCTC. Namun, Menteri Kesehatan akan terus mendorong Indonesia harus turut menandatangani dengan alasan menstandarisasi rokok beserta pengaturan distribusinya dan sebagai salah satu pihak yang berkontribusi dalam penyusunan FCT, Indonesia belum turut serta menandatangani.
- Indonesia
Kebijakan peraturan pengendalian tembakau di Indonesia adalah PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. PP ini dinilai akan menurunkan prevalensi merokok di Indonesia karena akan mengatur pelarangan total iklan promosi rokok, perluasan peringatan kesehatan bergambar pada kemasan dari 40% menjadi 90%, serta pengaturan rokok elektrik dan rokok dengan pemanasan. Namun di lain sisi, peraturan ini membuat Industri Hasil Tembakau semakin terpuruk.
Selengkapnya Klik Link Dibawah Ini :