Oleh: Yuda Firmansyah
Sebagaian wilayah pertanian di Indonesia memiliki masa pembagian periode jenis tanaman yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan pertanian masih bergantung pada iklim. Ketergantungan pada iklim inilah yang menyebabkan masalah untuk meningkatkan keberhasilan panen. Petani Indonesia tengah memasuki musim tanam tembakau yang terjadi pada periode pertama di bulan Mei hingga September. Kebutuhan pupuk bersubsidi akan meningkat selama musim tanam tembakau. Namun berbeda dengan keadaan yang seharusnya, malah tingkat pupuk bersubsidi justru mengalami kelangkaan. Bahkan ada beberapa daerah yang terdampak dengan kelangkaan pupuk bersubsidi ini. Kelangkaan pupuk bersubsidi ini sudah sering terjadi. Meski mengenai pupuk bersubsidi ini sudah ada pada kebijakan Surat Keputusan Menperindag No. 70/MPP/Kep/2/2003, yang mana berisikan tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi. Lebih tepatnya tercantum dalam pasal 1. Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa pupuk bersubsidi pengadaan dan penyalurannya mendapatkan subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program pemerintah. Artinya dari kebijakan tersebut mengenai pupuk subsidi yang disalurkan kepada petani di seluruh Indonesia ini telah tuntas dengan adanya Kartu Tani. Hal ini juga bertujuan agak pupuk subsidi makin tepat sasaran.
Sampai tahun 2022 hal ini sangat disayangkan karena kelangkaan pupuk subsidi masih dirasakan oleh petani. Hal ini dapat diketahui dari para petani yang kerap kali mengeluh dengan menumpuknya pengaduan baik itu resmi atau tidak resmi yang mengenai penyaluran pupuk subsidi melalui kartu tani. Dengan adanya Kartu Tani ini penyebaran pupuk bersubsidi masih belum menyebar secara merata sehingga penggunaan Kartu Tani ini masih belum bisa dikatakan sebagai solusi dari sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi.
Pemerintah seharusnya memperhatikan dengan serius mengenai pupuk bersubsidi. Kalau tidak ditangani segera hal ini akan menyulitkan para petani dalam meningkatkan hasil panen mereka. Selain itu jika kelangkaan ini masih terus berlangsung, akan ada potensi buruk bagi para petani di antaranya adalah gagal panen yang merupakan dampak yang cukup fatal bagi para petani.
Joko Widodo melakukan penargetan mengenai penyaluran pupuk subsidi yang dapat mencapai 33 triliun per tahun. Jokowi menganggap besaran pupuk subsidi sebagai bentuk nyata dalam menangani permasalahan kelangkaan pupuk. Namun, Kementerian pertanian memiliki perhitungan mengenai anggaran subsidi pupuk yang cukup tinggi. Asumsi tersebut sempat ditolak oleh pihak instansi mengenai harga pupuk yang naik. Dalam Rakernas Pembangunan Pertanian Tahun 2021, Jokowi mengatakan jika ketersediaan pupuk serta bibit unggul merupakan hal yang penting untuk memajukan pertanian. Hal tersebut bila hanya dilakukan sekedar rutinitas tanpa adanya inovasi, pertanian nasional tidak akan sanggup bersaing. Hal tersebut merupakan sorotan tajam Presiden seakan membuka permasalahan lama mengenai program pupuk subsidi oleh pemerintah.
Pada tahun 2014 Jokowi mengalokasikan Rp. 21,04 triliun untuk pupuk subsidi. Anggaran tersebut naik pada tahun 2019 menjadi Rp. 34.3 triliun. Anggaran pupuk subsidi sempat menurun tahun lalu menjadi Rp. 29,7 triliun. Alokasi anggaran pupuk subsidi tahun ini menciut menjadi Rp. 25,27 triliun. Jumlah tersebut berbeda dibandingkan pernyataan Jokowi di atas, yang mengeluhkan dana subsidi pupuk sebesar Rp 33 triliun. Lokalisasi pupuk bersubsidi diperkirakan akan terus menurun tergantung dari keterbatasan anggaran pemerintah. Pada saat ini, pemerintah sedang menunggu keputusan Sub Komite IV (Panja) Kerja DPR untuk memutuskan pengurangan pupuk bersubsidi. Selama ini petani didukung dengan pupuk urea, NPK, SP36, ZA dan pupuk organik, opsi dukungan pupuk baru hanya urea dan NPK.
Kuota pupuk Urea di Jember pada 2020 hanya 47.018 ton, berbeda dengan 2019 yang 90.975 ton. Tentu saja, jika hasilnya akan diberikan sama dapat mempengaruhi banyak hasil dari beberapa produk, terutama tembakau. Harga pupuk pada tahun 2019 sebesar Rp.180.000/kuintal, namun pada tahun 2020 harganya meroket menjadi Rp.280.000/ kuintal. Dengan meningkatnya harga pupuk, maka hal ini akan berpengaruh pada biaya produksi.
Selain, itu sebagian besar biaya yang dikeluarkan untuk produksi berasal dari pupuk. Walaupun harga meningkat pada produsen karena petani menggunakan pupuk di bawah standar dengan harga jual tetap sama pada tembakau. Harga pupuk yang mahal dan langka ini dipengaruhi beberapa hal. Pertama, metode aplikasi telah berubah. Sebelumnya pengajuan kelompok tani didasarkan pada Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), namun sekarang berdasarkan Rencana Penetapan Kelompok Secara Elektronik (e-RDKK) khususnya petani tembakau tidak dapat dipahami secara hukum terutama di Kabupaten Jember. Kedua, diduga keterlambatan pendataan rinci dari e-RDKK pada tahun 2019 mengakibatkan ketidakseimbangan antara permintaan pupuk dan pembelian pupuk bersubsidi.
Dorongan strategis sebagai upaya penyelamatan dibutuhkan dalam kelangsungan hidup tembakau lokal Jember. Pasokan pupuk subsidi ini dibutuh oleh para petani khususnya petani tembakau yang mana saat memasuki masa tanam serta pasar memiliki tuntutan berupa tembakau yang berkualitas. Selain itu petani juga memiliki ancaman berupa pandemi yang mana petani terkena imbas dan panen juga terancam buruk. Petani yang berasal dari industri hulu adalah pahlawan perubahan negara yang harus dilindungi. Oleh karena itu, pemerintah harus dapat memastikan berfungsinya ekonomi tembakau, karena ini sudah terkait dengan mata pencaharian jutaan orang. Ketakutan akan situasi tersebut tentu saja berdampak pada berkurangnya penerimaan negara, jika dibiarkan terus berlanjut. Dengan demikian, petani yang terkena dampak tidak dapat lagi melanjutkan pekerjaan budaya mereka. Negara kini sudah tidak lagi mampu meringankan penderitaan rakyatnya (petani), tetapi masih ingin meluncurkan paket politik yang tidak memihak.