Pendidikan menjadi pondasi paling utama dalam membangun nasionalisme bangsa dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Pendidikan tidak cukup dimaknai sebagai suatu proses pembelajaran dengan bertukar pikiran serta pengetahuan. Definisi pendidikan dalam artian luas ialah hidup, bahwa pendidikan merupakan seluruh pengetahuan belajar yang terjadi di semua tempat dan situasi yang mempunyai pengaruh positif bagi setiap individu yang nantinya akan membawa seseorang tersebut menjadi lebih baik. Pendidikan tidak hanya sebatas peningkatan intelektual seseorang, melainkan pendidikan etika dan akhlak sangat diperlukan untuk menjadi bekal dalam keberlangsungan kehidupan bermasyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata dasar didik, yaitu: memelihara dan memberi latihan tentang akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan memiliki arti suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses pembuatan serta cara mendidik.
- Sejarah Pendidikan di Indonesia
Pendidikan di Indonesia sudah terbangun jauh sebelum masa kemerdekaan. Pada masa kerajaan-kerajaan Hindu Budha, pendidikan dipengaruhi oleh ajaran-ajaran kedua agama tersebut. Dalam agama Hindu, penyelenggara pendidikan dan pengajaran ialah kaum Brahmana yang mana merupakan kaum ulama pada waktu itu. Mereka mempelajari dan mengajarkan mengenai teologi, bahasa, sastra, ilmu kemasyarakatan. Selain itu mereka juga belajar mengenai ilmu-ilmu eksakta, seperti ilmu perbintangan, ilmu pasti, seni bangunan, seni rupa serta ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Pada masa itu, kebudayaan dan sistem pendidikan yang sangat berpengaruh dan berkembang di Indonesia ialah ajaran Hindu yang berasal dari India.
Perkembangan pendidikan selalu menyesuaikan dengan zaman. Pada masa kerajaan Islam, corak pendidikannya juga terpengaruhi oleh ajaran-ajaran agama Islam. Proses pendidikan pada masa kerajaan Demak beriringan dengan kegiatan dakwah Islam yang dilakukan oleh para wali. Dalam melakukan pendidikan Islam, para wali sering kali menggunakan masjid sebagai sarana untuk melakukan pembelajaran Islam.
Sejalan dengan kedatangan kolonialisme Belanda, penerapan sistem tanam paksa (1830-1870) yang banyak mendapatkan kritikan dari berbagai golongan, yang memandang sistem tersebut terlalu menindas kepada masyarakat pribumi, sehingga mereka mendorong pemerintah kolonial untuk memenuhi dan memperhatikan kepentingan masyarakat pribumi. Melihat sangat besar keuntungan pemerintah kolonial dari kerja keras dan jasa orang-orang pribumi dan Belanda harus menganggap itu sebagai hutang yang harus dibayar dengan penyelenggaraan politik etis yaitu edukasi, irigasi dan transmigrasi. 17 September 1901 Ratu Wilhelmina menanggapi melalui pidato nya yang berjudul Ethisce Richting yang berarti berhaluan etis , dan menegaskan pemerintah kolonial melakukan usaha-usaha untuk menanggulangi pemasalahan kesejahteraan yang dialami masyarakat pribumi. Akan tetapi sejatinya pelaksanaan politik etis tidak bisa jauh dari kepentingan dari pemerintah kolonial. Pendidikan pada masa kolonial Belanda cenderung bertujuan untuk kepentingan kolonial yaitu mencetak tenaga-tenaga yang dapat digunakan untuk alat memperkuat kedudukan penjajah. Pada masa kolonial, tidak semua elemen masyarakat mendapatkan fasilitas berupa pendidikan, hanya masyarakat-masyarakat bangsawan dan kelas menengah keatas yang dapat mengenyam bangku pendidikan.
- Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau yang biasa dikenal Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Ki Hajar Dewantara masih memiliki garis keturunan bangsawan, ia merupakan cucu dari Pakualam III. Pada masa kecil ia sangat tertarik mengenai kesenian dan nilai-nilai luhur maupun keagamaan. Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai orang yanng sangat kreatif, dinamis, sederhana, jujur, konsisten dan berani. Beliau memiliki wawasan yang luas dan tidak gentar berjuang untuk bangsa. Ki Hajar Dewantara meninggal di usianya yang berumur 69 tahun pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta. Pada 28 November 1959, pemerintah menetapkan 2 Mei sebagai hari “Hari Pendidikan Nasional”, ini berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor:316 tahun 1959.
Dalam bidang pendidikan Ki Hajar Dewantara memiliki konsep Tri Pusat Pendidikan. Pertama, pendidikan keluarga. Menurutnya dalam sistem Taman Siswa, keluarga memperoleh tempat yang istimewa karena keluarga merupakan lingkungan yang kecil, akan tetapi keluarga merupakan tempat yang seuci dan murni dalam dasar-dasar sosial, oleh karena itu keluarga merupakan pusat pendidikan yang mulia. Pada lingkungan keluarga, biasanya seseorang dapat dengan mudah mendapatkan segala kebiasaan mengenai kehidupan bermasyarakat, keagamaan dan ilmu pengetahuan lainnya.
Kedua, pendidikan dalam alam perguruan. Ki Hajar Dewantara tidak sepaham dengan pandangan bahwa pendidikan sosial merupakan tugas sekolah sepenuhnya. Beliau berpandangan jika selama sistem sekolah masih memiliki tujuan untuk pencarian dan pemberian ilmu pengetahuan dan kecerdasan pikiran maka pengaruhnya tidak banyak bagi kehidupan. Sekolah dan keluarga memiliki korelasi untuk dapat mencapai tujuan kehidupan.
Ketiga, pendidikan pada dunia pemuda. Pergerakan para pemuda pada waktu itu banyak yang meniru budaya dan perilaku barat, sehingga melatarbelakangi munculnya konsep pendidikan ini. Ki Hajar Dewantara melihat pergerakan-pergerakan kemerdekaan tampak memisahkan diri dari keluarganya, hal tersebut merupakan suatu hal yang berbahaya. Maka dari itu, Ki Hajar Dewantara memasukkan pergerakan pemuda sebagai pusat pendidikan. Pergerakan pemuda merupakan sebuah komponen yang penting bagi pendidikan, baik dalam hal intelektual, akhlak, serta perilaku bermasyarakat.
DAFTAR SUMBER
Afandi, A. N., Swastika, A. I., & Evendi, E. Y. (2020). Pendidikan pada masa pemerintah kolonial di hindia belanda tahun 1900-1930. Jurnal Artefak, 7(1), Hlm. 21-30.
Marisyah, A., Firman, F., & Rusdinal, R. (2019). Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang Pendidikan. Jurnal Pendidikan Tambusai, 3(3), Hlm.1514-1519.
Nursyarief, A. (2014). Pendidikan Islam Di Indonesia Dalam Lintasan Sejarah (Perspektif Kerajaan Islam). Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 17(2), Hlm. 256-271.
Nurkholis, N. (2013). Pendidikan dalam upaya memajukan teknologi. Jurnal kependidikan, 1(1), Hlm. 24-44.
Pristiwanti, D., Badariah, B., Hidayat, S., & Dewi, R. S. (2022). Pengertian pendidikan. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK), 4(6), Hlm. 7911-7915.