Review Film The End Game

Komisi pemberantasan korupsi (KPK) secara pandangan umum adalah suatu lembaga yang mengemban tugas untuk memberantas korupsi di Indonesia. KPK menjadi lembaga negara independen negara yang terkhusus menangani penyalahgunaan kekuasaan di Indonesia. KPK merupakan anak dari cita cita reformasi Indonesia. KPK berdiri melalui disahkannya UU nomor 30 tahun 2002 tentang KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI. KPK sejak berdiri tahun 2003 sudah menangkap 1125 tersangka (data tahun 2021 ketika film dirilis).

       Dalam film the endgame karya dari wachtdoc menampilkan gambaran bahwa setelah KPK berdiri, lembaga tersebut sering mengalami pelemahan. Pelemahan tersebut menimpa pegawai bahkan secara aturan. Pegawai KPK sering mengalami teror, ancaman serta kriminalisasi ketika berhadapan dengan kasus korupsi yang menyeret institusi kepolisian. Tahun 2009, 2012, serta 2015 merupakan peristiwa kriminalisasi kepada pegawai KPK dikenal dengan cicak vs buaya. Tahun 2017, seorang pegawai KPK Novel baswedan disiram air keras oleh orang yang tidak dikenal.

         Puncaknya pada tahun 2019 ketika DPR mengesahkan UU nomor 19 tahun 2019 yang semakin melemahkan lembaga tersebut. Dalam UU nomor 19 tahun 2019 banyak aturan yang diubah dari Undang undang sebelumnya. Salah satu yang dianggap paling kontras dalam film adalah terkait status kepegawaian di KPK mengharuskan orang orang yang bekerja di KPK berstatus Aparatur sipil negara. Sebanyak 75 pegawai dinyatakan tidak lolos dalam tes wawasan kebangsaan. Banyak orang yang bereaksi terhadap peristiwa ini seperti seniman, jurnalis, mahasiswa serta pegawai KPK itu sendiri. Mereka yang disingkirkan dari KPK masih memiliki kepedulian pada nasib bangsa. Mereka tetap berpegang teguh pada integritas memberantas korupsi di Indonesia.

     Korupsi merupakan hal yang berbahaya karena dana yang seharusnya untuk pembangunan masyarakat dan dinikmati oleh masyarakat justru dikonsumsi oleh individu atau sekelompok orang saja. Korupsi bisa menjerat siapa saja. Secara sadar ataupun tidak sadar bibit bibit korupsi sudah tertanam dalam pikiran masyarakat. Dalam sejarahnya kasus penyelewengan dana pada masa kerajaan sudah terjadi di masa kerajaan sampai ke masa tanam paksa, masa kemerdekaan, lalu masa pemerintahan Soekarno, masa pemerintahan Soeharto, reformasi hingga sekarang. Meskipun telah lahir lembaga untuk memberantas korupsi, namun tetap tidak menakuti pelaku korupsi di Indonesia.

      Sebagai mahasiswa, apakah kita sudah bebas dari bibit bibit korupsi?. Tanpa sadar sebagai mahasiswa kita sering melakukan tindakan buruk. Terdapat kasus plagiarisme yang semakin besar jumlahnya. Kejujuran adalah sifat yang utama yang harus tertanam di diri setiap individu. Mahasiswa yang memiliki tugas sebagai agent of change dan agent of control semestinya dapat memutus rantai korupsi tersebut.

         Melihat kondisi mahasiswa bisa dikatakan mengalami penurunan. Kekritisan mahasiswa tergerus. Tugas mahasiswa sebagai agen perubahan semakin dilupakan bahkan mahasiswa tersebut justru melanggengkan praktik koruptif dalam kehidupannya.  Jumlah korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara semakin menggila. Media massa seakan mengalihkan isu kejahatan korupsi dengan isu baru. Kasus korupsi tertutup dengan banyaknya isu baru. Dengan terus menyuarakan tentang kasus korupsi serta membahasnya secara konsisten, sedikit banyak akan mengubah pandangan masyarakat terkait maraknya korupsi. Sebagai mahasiswa hendaknya dengan banyaknya hal buruk terhadap pemberantasan korupsi dapat menjadi renungan untuk menghindarkan dari sifat koruptif sehingga korupsi tidak dikenal lagi.

Kontributor: Deddy Dwi Hermawan